Kamis, 09 November 2017

Ilmu Bahasa untuk Ken Thoriq Ibrahim

Saya merasa, banyak yang kurang menghargai dan menyadari keberadaan bahasa daerah. Misalkan saja. Saat tes TOEFL ITP di pusat bahasa ITB. Peserta dipaksa untuk mengisi bahasa ibu mereka adalah bahasa Indonesia tanpa menyadari bahasa ada juga yang berbahasa jawa, bahasa madura, bahasa sunda. Dari peserta itu mungkin mereka mengenal bahasa Indonesia hanya setelah masuk sekolah dasar yang artinya bahasa Indonesia bukan lagi menjadi primary language. Tetapi menjadi secondary language. Bahasa kedua ini masuk ke kita sedini mungkin misalkan saat usia 1 atau 2 tahun tetap harusnya dianggap sebagai bahasa kedua. Bukan bahasa ibu atau bahasa pertama. Saya pribadi baru menyadari akan menariknya ilmu bahasa setelah beberapa waktu lalu membaca tentang penelitian tentang mereka yang mengerti lebih dari 1 bahasa memiliki perbedaan struktur di otak mereka.

Penelitian bahasa tidak hanya mengenai masalah ejaan, cara menulis teknik atau tehnik yang lebih benar. Tetapi bahasa adalah budaya, sejarah, tabiat dan sistem syaraf. Kenapa sistem syaraf, karena ternyata saat kita mempelajari bahasa kedua saat sudah dewasa, maka ilmu bahasa yang kita peroleh tersimpan di bagian lain. Ilmu bahasa tidak hanya mengenai skill agar bisa menerjemahkan bahasa lain, tetapi juga memberi gambaran bagaimana kehidupan sebuah bangsa. Contohnya adalah bahasa Inggris. Bagaimana bahasa ini yang meskipun masuk kategori bahasa Germanik tetapi kosa katanya lebih banyak dari bahasa perancis dan latin. Mengapa antara tulisan dan cara baca berbeda dan mengapa untuk menjadi jamak ditambah dengan "S". Ini semua berhubungan erat dengan kependudukan bangsa Perancis termasuk kedatangan bangsa Norman dan bagaimana status orang Inggris dan bangsawan Perancis saat itu.

Karena itulah, semakin kesini semakin susah. Apakah Ibrahim diajari bahasa Madura dan Indonesia lebih dulu, atau bahasa Jawa dan Madura lebih dulu atau harus dengan bahasa Inggris. Beberapa psikolog mengatakan bahwa lebih baik diajari satu bahasa lebih dahulu baru kemudian saat sudah bisa bicara diajari lebih dari satu bahasa karena anak bisa speech delay atau tidak bisa membedakan. Penelitian terakhir ternyata tidak ada hubungannya antara tidak bisa membedakan bahasa apa dengan kita mengajak mengajari lebih dari satu bahasa. Pun speech delay juga. Banyak orang yang hidup dengan banyak budaya misalkan di Tanggul yang hidup dengan 3 budaya, Jawa, Madura dan Sunda. Tidak ada masalah saat tetangga berbicara Madura dan di rumah berbicara Sunda bahkan sejak baru lahir. Pun dengan mereka yang ayah Madura dan ibu Jawa.