Selasa, 30 Juni 2015

Pelayanan PT POS INDONESIA sangat mengecewakan!

Pelayanan PT POS INDONESIA sangat mengecewakan!

Pada tanggal 23 mei 2015 saya mendapatkan email bahwa saya diterima beasiswa MEXT Jepang. Dalam email tersebut disebutkan bahwa segala dokumen dan keperluan keberangkatan akan dikirim lewat pos. Akan tetapi, sampai 30 Juni 2015 tidak ada kabar dari PT POS INDONESIA dan tidak ada dokumen yang sampai ke rumah. Padahal dalam surat itu ada dokumen yang harus saya kirim balik ke Jepang secepatnya, kalau tidak saya dianggap mengundurkan diri. Pihak universitas akhirnya memberikan email peringatan bahwa saya harus segera mengirimkan berkas tersebut atau saya dianggap mengundurkan diri.

Akhirnya, ibu saya akhirnya berinisiatif untuk mengunjungi kantor pos setempat (Kantor Pos TANGGUL- JEMBER Kode 68155) dan menemukan bahwa dokumen saya tersimpan rapi di lemari kantor pos selama kurang lebih 1 bulan!

Berdasarkan nomer resi yang diberikan oleh pihak universitas, dokumen tersebut sudah saya terima tanggal 3 Juni 2015. (Nomer Resi EF749634507JP). Disana tertulis juga bahwa yang menerima adalah saya padahal posisi saya ada tidak di Jawa Timur.

Saya tidak tahu maksudnya apa, tetapi jelas sekali pihak POS telah memberikan DATA PALSU bahwa saya telah menerima dokumen tersebut. Bukan hanya masalah profesionalisme namun juga masalah PEMALSUAN DATA/PEMBOHONG. Saya merasa sangat dirugikan bukan hanya masalah waktu namun juga masalah kepercayaan universitas kepada saya. Seolah-olah saya orang yang abai karena saya mengaku kepada pihak universitas saya belum menerima dokumen apapun. Sedangkan pihak universitas melihat bukti tracing sudah sampai.




Sabtu, 27 Juni 2015

Dari 45 Jadi 95

Hai kakak-kakak semua.

Sengaja judulnya "dari 45 jadi 95" biar agak beda dengan "zero to hero", namun inti tulisan ini seputar itu.

Pada tulisan sebelumnya, saya telah berniat untuk menceritakan bagaimana perjalanan sekolah saya terutama tentang nilai-nilai saya. Ayah saya pernah menceritakan kepada tentang kisah Ibnu Hajar. Seorang ulama yang di masa-masa awal menuntut ilmu bernasib tidak sesuai dengan harapan. Beliau sulit untuk mengerti ilmu yang beliau dalami. Hingga suatu saat, Ibnu Hajar menyerah dan pulang. Dalam perjalanan pulang, Ibnu Hajar menjumpai sebuah batu yang menjadi cekung lantaran tetesan air yang terus menerus. Melihat peristiwa ini, Ibnu Hajar terinspirasi bahwa, mungkin saja karena beliau belum terlalu lama belajar. Kemudian beliau kembali untuk terus menuntut ilmu.

Hikmahnya adalah bahwa sekeras dan sekeras apapun otak kita, kalau terus dan terus belajar, Insya Allah akan paham juga pada akhirnya. Orang Madura memiliki istilah sendiri, "mon la atennah tebbukka", kalau hatinya sudah terbuka. Kalau hati sudah terbuka, maka pelajaran akan terserap cepat seperti spons yang menyerap air. Agar hati ini terbuka, maka kita perlu berusaha keras sekeras mungkin. Ibaratnya, seperti mau membakar kayu bakar, maka perlu usaha keras untuk membuat api pertama, jika sudah menyala, maka dia akan mudah saja merambat kemana-mana. Menuntut ilmu pun demikian, memang sulit diawal. Meskipun kita tidak mengerti, lanjutkan saja, jangan pernah berputus asa. Kalimat itulah yang menginspirasi saya dalam menghadapi dua ujian berat menuntut ilmu.

Setelah lulus MI (setingkat SD) saya melanjutkan sekolah di MTs (setingkat SMP). Di kampung saya hanya ada satu sekolah MTs yang lumayan bagus baik dari segi fasilitas, tenaga pengajar dan tentu saja pergaulannya. Sedangkan MTs yang lainnya, kurang dari ketiga segi tersebut. Alhamdulillah, saya berkesempatan untuk bergabung dengan sekolah yang kurang ketiga segi tersebut. Sekolah kami adalah sekolah swasta yang kekurangan murid. Selain kekurangan, sebagian besar dari murid tersebut adalah murid tidak mampu. Jelas saja, keuangan sekolah menjadi kendala besar. Untuk itu, di sekolah kami, tidak ada yang namanya seleksi masuk. 100% yang mendaftar pasti diterima. Kalau kakak-kakak pernah membaca buku Laskar Pelangi, mungkin demikian sedikit gambaran sekolah kami waktu itu, walaupun kami masih lebih beruntung karena gedung bangunan kami masih layak pakai. Beberapa rayap memang menyebar, tapi itu bukan masalah serius. Karena tidak ada seleksi inilah, anak-anak nakal drop out dari berbagai SMP masuk ke sekolah kami dengan membawa kenalan mereka. Hampir sebagian besar kawan-kawan saya terpengaruh kenakalan mereka. Alhamdulillah, Allah menjadikan saya murid yang kuper waktu itu sehingga, saya tetap berjalan sebagaimana biasanya. Di sekolah ini sebenarnya saya belajar banyak tentang Islam dan peradaban Islam yang mungkin tidak ditemukan di SMP lain bahkan di bangku kuliah sekalipun. Jujur, saya menjadi terinspirasi dari pelajaran sejarah Islam yang menyajikan bahwa Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan teknologi dan menyebar hingga Eropa. Sisi negatifnya adalah saya benar-benar nihil dengan ilmu matematika, fisika apalagi bahasa Inggris.

Dengan latar belakang nol di mata pelajaran IPA ini, saya diterima di SMA yang bisa dibilang terfavorit di Tanggul. Jelas saja saya kelabakan dan tidak harus memulai dari mana. Saya sering mendapatkan nilai 45, 44 bahkan 20. Alhamdulillah, Allah memberi pertolongan kepada saya sehingga akhirnya saya menjadi juara paralel dan diterima di SPMB (5 orang kalau tidak salah yang terima). Semoga ini menjadi tips juga untuk kakak-kakak yang lain.

1. Jangan pernah merasa bodoh. Waktu itu, entah ini suatu penyakit psikologis atau bagaimana, tapi saya tidak merasa saya itu tidak bisa. Saya selalu merasa bisa. Jika nilai-nilai saya masih jelek, ya memang belum saatnya saya show on. Dengan demikian, saya selalu merasa optimis dan optimis. Karena, Allah sesuai dengan apa yang kita persepsikan. Berpikiran baik insya Allah itu sama saja dengan doa kepada Allah sepanjang kita berpikir bahwa kita bisa.

2. Cara belajar, dengarkan baik-baik guru yang menjelaskan. Waktu pertama kali saya masuk sekolah, saya itu sering kali mencatat materi yang disampaikan oleh guru yang sedang menjelaskan. Sehingga, konsentrasi saya pecah. Saya takut saja kalau tulisan di papan tulis segera dihapus dan saya belum selesai mencatat. Pelan-pelan saya perhatikan ternyata guru tersebut (Pak Mulyari alm.) memberikan kesempatan kepada kita untuk mencatat. Dari sanalah perlahan saya mulai bisa. Akhirnya saya terapkan juga di pelajaran yang lain. Fisika, Kimia, Biologi dan lainnya. 

3. Belajar lebih dulu. Saya mulai menjadi begitu tertarik dan bernafsu untuk belajar perlahan-lahan setelah tugas-tugas saya dan nilai saya jadi bagus. Belum puas dengan soal-soal yang diberikan oleh guru, saya akhirnya mencoba latihan soal-soal yang ada di buku. Setelah semua soal-soal di buku selesai, masih ada waktu kosong, saya mencoba untuk melihat bab-bab pelajaran selanjutnya. Mencoba mempelajari, mendalami maknanya, membandingkan dengan teori yang telah didapatkan sebelumnya dan mengerjakan soal-soal latihan. Hingga, akhirnya saya telah mengacak-ngacak seisi bab sebelum bab itu diajarkan. Kebiasaan ini menjadi tidak baik karena saya jenuh dengan pelajaran di kelas hanya itu-itu saja dan terbawa sampai kuliah. Akhirnya, saya tidak maksimal di kelas dan cara belajar saya berubah. Saya mulai mengabaikan poin nomer 2.

4. Membuat target. Saya dulu membuat target-target yang cenderung bersifat akademis (karena kami tidak ada kakak-kakak dari luar yang membimbing kami dan mengajak kami mentoring). Saya membuat target nilai berapa yang akan muncul di raport semester berikutnya, saya buat tabel sendiri, berusaha agar nilainya lebih baik dari nilai-nilai sebelumnya. Setiap ulangan harian, berkas saya dokumentasikan dengan rapi (masih ada hingga saya pindah ke bandung, 10 tahun kemudian). Jika nilai satu ulangan harian jelek, maka saya membuat target ulangan harian berikutnya harus dapat minimal berapa. Cara ini cukup efektif untuk mengukur kualitas belajar saya waktu itu.

Cara-cara tersebut terbukti mendongkrak "popularitas" saya di bidang akademis. Nilai nilai mulai berada di range 80 keatas (kecuali bahasa Inggris). Namun, saya masih banyak kekurangan waktu itu yang terbawa dengan kebiasaan waktu MTs dulu misalkan kurang bergaul, malas ngajarin teman karena sudah jenuh dengan pelajaran, tidak sabaran.

Bahasa Inggris menjadi kuntilanak yang menghantui saya hingga 7 tahun berikutnya setelah saya lulus. Bagaimana ceritanya, tunggu kisah selanjutnya. Insya Allah.



Selasa, 23 Juni 2015

Mendaftar PMDK ITS tahun 2006

Bismillah.
Mulai kembali mengisi blog yang telah lama diabaikan. Sebenarnya, masih tetap semangat untuk menulis, tapi perhatiannya mengalami penyimpangan ke arah yang lebih akademis. Saya juga memiliki blog yang khusus membahas hal-hal akademis di blog berikut. Blog akademis sengaja dibuat untuk memisahkan sisi lain seorang Halim.

Istri memberi saran agar saya menceritakan hal-hal unik keseharian saya. Okey saya turutin saja. Topik pertama yang ingin saya bagi kepada kakak-kakak sekalian adalah kisah unik saya mendaftar beasiswa. Sebenarnya ini bukan pendaftaran beasiswa pertama saya tapi ini adalah penolakan pertama beasiswa saya dan yang mengantarkan saya ke fase kehidupan selanjutnya.

Saat kelas 3 SMA, saya dipanggil oleh guru BK yang orangnya sangat baik. Perlu diketahui bahwa di sekolah saya ada 2 orang guru BK yang bisa dibilang mengubah arah jalan hidup saya. Bapak Trimo dan Ibu Siti Aminah. Kebetulan sekali putra bapak Trimo (Gama) dan putri ibu Aminah (Zahrah) adalah teman satu angkatan waktu SMA. Gama malah pernah satu kelas dengan saya. Dari ibu Aminah saya mendapatkan informasi bahwa ada beasiswa dari ITS (PMDK berbeasiswa) bagi siswa berprestasi tetapi kurang mampu. Prestasi saya di SMA memang terbilang cukup unik. Saya katakan unik karena mungkin langka seorang siswa yang semester awal masuk sekolah sering mendapatkan nilai dibawah 50 akhirnya menjadi juara Paralel 2 di sekolah (juara Paralel 1 selalu Zahrah). Bagaimana saya bisa seperti itu, nanti saya ceritakan di kesempatan berikutnya. Insya Allah. Kalau kurang mampu, ayah saya seorang tukang becak waktu itu, jadi bisa dikatakan memenuhi kreteria untuk mendaftar PMDK ini.

Beasiswa dari ITS ini sama seperti beasiswa bidik misi saat ini. Mungkin beasiswa bidik misi ini mencontoh PMDK berbeasiswa ITS setelah Pak M. Nuh jadi menteri pendidikan. Wallahu'alam.
Petualangan berburu beasiswa akhirnya dimulai dari sini. Setelah mendapatkan formulir, saya segera melengkapi persyaratan yang ada. Pertama adalah pas foto. Saya orangnya jujur dan lugu sekali waktu itu. Karena di formulir tertulis pas foto terbaru, saya memutuskan untuk ambil foto kembali di studio foto yang saat itu belum menggunakan kamera digital (tahun 2006). Padahal sebenarnya saya punya pas foto yang bisa dibilang masih cocok kalau misalkan cuman di afdruk (red: cetak) saja.

Setelah itu surat keterangan tidak mampu, cukup lama untuk mengurus ini. Di keterangan formulir surat keterangan tidak mampu dari RT. Di desa saya, pak RT nya tidak terlalu pandai dalam baca tulis apalagi diminta untuk membuat surat keterangan tidak mampu. Biasanya, surat keterangan ini di keluarkan oleh kepala desa dengan melampirkan keterangan dari RT. Disinilah keunikan dimulai. Karena di formulir tertulis surat keterangan tidak mampu dari RT saya jadi takut kalau misalkan saya melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa. Akhirnya saya berinisiatif untuk menelpon ITS secara langsung lewat wartel. Waktu itu telpon rumah atau HP masih menjadi barang istimewa di desa kami. Aku kira waktu itu, ITS akan fast respon ternyata berkali-kali cuman jawaban tunggu dari mesin yang cukup menguras pulsa (masih polos dengan administrasi dan birokrasi). Setelah beberapa kali telpon dan beberapa kali bolak balik rumah wartel (jarak rumah wartel cukup jauh) akhirnya dari ITS mengangkat telepon saya. Langsung saja saya tanyakan apakah boleh menggunakan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa, sang penerima bilang disana tertulis dari RT jadi dari RT. Jadi tidak bisa dari yang lain. Beberapa tahun berikutnya, setelah saya jadi mahasiswa ITS, ternyata tidak masalah kalau misalkan saya menggunakan surat dari kepala desa. Akhirnya dengan inisiatif saya, saya buat sendiri surat keterangan tidak mampu dan saya minta tanda tangan ke ketua RT nya. Agak memaksa sebenarnya, saya tahu kepala RT tidak akan memeriksa lebih jauh kalau misalkan ternyata dia secara administratif tidak bisa mengeluarkan surat keterangan ini. Saya juga melampirkan surat keterangan dari kepala desa. Intinya, semua berkas saya masukkan aja. Mau berguna atau tidak. Terus terang saya sangat berharap untuk mendapatkan beasiswa ini.

Persyaratan yang lain adalah nilai masing-masing minimal 7 (atau 6 persisnya lupa). Ini yang menjadi kendala terbesar saya karena nilai saya cukup "jomplang" antara pelajaran IPA dan Bahasa Inggris. Pelajaran Bahasa Inggris hingga 5 tahun berikutnya ternyata tidak memberikan perubahan signifikan. Berbeda dengan pelajaran lainnya. Meskipun nilai Kimia saya 9,8 namun tetap saja nilai Bahasa Inggris saya masih 6, itupun nilai belas kasihan. Saya tahu, kapasistas saya harusnya masih dibawah 5 untuk Bahasa Inggris. Disinilah akhirnya ibu Aminah mengubah nilai Bahasa Inggris saya di raport, cuman satu nilai kalau tidak salah waktu semester 1 kelas 3 karena ternyata nilai lainnya masih memenuhi kriteria, kemudian saya foto kopi dan setelah semua perlengkapan siap, saya kirim ke ITS.

Sebenarnya ada cerita bagaimana galaunya saya memilih jurusan. Saya ceritakan lain kali.

Beberapa pekan kemudian, saya dipanggil kembali oleh ibu Aminah. Pengumuman dari ITS sudah keluar dan saya dinyatakan gagal mendapatkan beasiswa. Gagal diterima ITS. Nilai rapot kembali diubah ke nilai semula.

*sayangnya banyak dokumen kenangan SMA saya yang saya buang setelah pindah ke Bandung karena tidak sempat untuk memindahkannya.