Sukses, apakah itu
sukses? Punya rumah besar, mobil mewah, perhiasan dan perusahaan internasional?
Mari kita lihat definisi
sukses berdasarkan Al Qur’an,
“Tidaklah sama
penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni
jannah itulah orang-orang yang beruntung” (Al Hasyr: 20)
Orang-orang yang
beruntung atau orang-orang yang sukses adalah mereka yang menjadi penghuni surga.
Jadi, sukses bukanlah seberapa mewah mobil kita, seberapa banyak uang, seberapa
elite rumah, seberapa tinggi jabatan namun sukses adalah mereka yang diakhir
menjadi penghuni surga.
Lantas bagaimanakah
cara atau jalan agar kita menjadi sukses?
“O you who have
believed, bow and prostrate and worship your Lord and do good - that you may
succeed” (Al Hajj: 77)
“Hai orang-orang yang
beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan” (Al Hajj: 77)
Dalam surat Al Hajj: 77
dalam bahasa Arabnya terdapat kata, “Aamanu” yang artinya “orang-orang yang beriman”
namun beriman disini dalam bentuk kata kerja. Berbeda dengan yang disebutkan
dalam surat Al Mukminun ayat 1
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman” (Al Mukminun: 1)
Dalam
surat Al Mukminun ayat 1 ini Allah tidak menggunakan kata “Aamanu” namun
menggunakan kata “mukminun” dengan penambahan kata “qad” yang artinya sungguh
yang berarti menegaskan atau benar-benar. Kata “mukminun” berarti noun, kata
benda. Apa bedanya?
Pada
surat Al Hajj: 77, penggunaan kata kerja menunjukkan bahwa orang tersebut
sedang berproses dan melakukan sesuatu untuk beriman. Sedangkan pada surat Al
Mukminun: 1 menunjukkan bahwa orang tersebut sudah beriman karena menggunakan
kata benda. Ditambah lagi dengan penegasan kata, “qad”.
Allah
memerintah kita, mereka yang sedang berproses untuk menjadi orang beriman untuk
ruku’, sujud, menyembah Allah dan berbuat kebajikan. Allah menggambarkan dari
hal yang spesifik seperti ruku’ dan sujud kemudian lebih luar menyembah Allah
dan lebih luas lagi yaitu berbuat kebajikan. Ayat ini sejalan dengan apa yang Allah
firmankan dalam surat Al Jumu’ah: 10.
“Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Al Jumu’ah:
10)
Allah
memerintahkan setelah kita menunaikan shalat, segera bertebaran di muka bumi
mencari karunia Allah dan mengingatnya. Karena, jika kita melihat pengertian
melakukan kebajikan dalam surat Al Jumu’ah: 10), maka kita tidak bisa melakukan
kebajikan tanpa bekerja secara totalitas.
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa.” (Al Baqarah: 177)
Lalu
di surat Al Mukminun ayat selanjutnya dijelaskan bagaimana karakter orang yang
telah beriman.
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya” (Al Mukminun: 1-5)
Ada
beberapa tahapan apa yang dilakukan oleh orang beriman.
Pertama
orang yang beriman, shalatnya akan khusyu. Apakah itu khusyu? Khusyu’ bisa
digambarkan dengan kondisi seperti ini ada anak di kelas yang bermain atau
chatting dengan smartphonenya. Saking asyiknya, ada gurunya yang memanggil
murid tersebut tidak mendengar. Bisa dikatakan murid tersebut khusyu’ dengan
smartphonenya. Mereka saat berkomunikasi dengan Allah benar-benar totalitas
demikian juga saat berdoa. Karena Manusia ini dilahirkan dengan kondisi lemah.
Allah tahu kita lemah makanya Dia memberikan kita sebuah jalan yaitu berdoa
kepada-Nya. Bersandar hanya kepada-Nya.
Selanjutnya
mereka menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna. Saat kita
tidak disibukkan dengan sesuatu yang bermanfaat, maka kita akan disibukkan
dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Ibaratkan cermin, sesuatu yang sia-sia
itu seperti sebuah noda yang menutupi cermin. Kita tidak akan melihat siapa
diri kita sebenarnya saat kita bercermin dan dalam bayangan kita, kita adalah
orang baik. Namun, jika kita berhenti dan menghindari perbuatan yang sia-sia,
perlahan noda-noda itu akan terangkat sehingga wajah kita di cermin akan
terlihat. Kita akan mampu menilai diri kita. saat kita sudah mampu menilai diri
kita secara baik, kita akan mampu memperbaiki diri. Apakah selama ini waktu
kita dihabiskan banyak hanya untuk dunia, apakah shalat kita sudah baik, apakah
sedekah kita sudah cukup dan sebagainya. Dengan menjauhi perbuatan sia-sia
secara otomatis kita akan melakukan perbuatan yang berguna. Inilah yang
mendorong kita untuk sukses. Tidak ada ceritanya orang sukses yang kerjaannya
adalah hal yang sia-sia.
Kemudian,
setelah dua hal sebelumnya berkaitan dengan diri kita. Bagaimana mengupgrade
kemampuan kita dan mempercantik kebiasaan kita, maka jika telah selesai
dilanjutkan dengan memberikan zakat kepada orang lain, menjaga kemaluan mereka
kecuali kepada istri-istri mereka. Yang terakhir ini berkaitan dengan orang
lain. Apa yang kita lakukan jangan digunakan untuk diri kita sendiri namun juga
berbagi kepada orang lain.
Inilah
kriteria sukses yang sebenarnya.