Selasa, 25 November 2014

Makna Kesuksesan



Sukses, apakah itu sukses? Punya rumah besar, mobil mewah, perhiasan dan perusahaan internasional?

 
Gambar dari bisnisukm.com

Mari kita lihat definisi sukses berdasarkan Al Qur’an,
“Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung” (Al Hasyr: 20)

Orang-orang yang beruntung atau orang-orang yang sukses adalah mereka yang menjadi penghuni surga. Jadi, sukses bukanlah seberapa mewah mobil kita, seberapa banyak uang, seberapa elite rumah, seberapa tinggi jabatan namun sukses adalah mereka yang diakhir menjadi penghuni surga.
Lantas bagaimanakah cara atau jalan agar kita menjadi sukses?

“O you who have believed, bow and prostrate and worship your Lord and do good - that you may succeed” (Al Hajj: 77)
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan” (Al Hajj: 77)

Dalam surat Al Hajj: 77 dalam bahasa Arabnya terdapat kata, “Aamanu” yang artinya “orang-orang yang beriman” namun beriman disini dalam bentuk kata kerja. Berbeda dengan yang disebutkan dalam surat Al Mukminun ayat 1

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman” (Al Mukminun: 1)

Dalam surat Al Mukminun ayat 1 ini Allah tidak menggunakan kata “Aamanu” namun menggunakan kata “mukminun” dengan penambahan kata “qad” yang artinya sungguh yang berarti menegaskan atau benar-benar. Kata “mukminun” berarti noun, kata benda. Apa bedanya?

Pada surat Al Hajj: 77, penggunaan kata kerja menunjukkan bahwa orang tersebut sedang berproses dan melakukan sesuatu untuk beriman. Sedangkan pada surat Al Mukminun: 1 menunjukkan bahwa orang tersebut sudah beriman karena menggunakan kata benda. Ditambah lagi dengan penegasan kata, “qad”.

Allah memerintah kita, mereka yang sedang berproses untuk menjadi orang beriman untuk ruku’, sujud, menyembah Allah dan berbuat kebajikan. Allah menggambarkan dari hal yang spesifik seperti ruku’ dan sujud kemudian lebih luar menyembah Allah dan lebih luas lagi yaitu berbuat kebajikan. Ayat ini sejalan dengan apa yang Allah firmankan dalam surat Al Jumu’ah: 10.

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Al Jumu’ah: 10)

Allah memerintahkan setelah kita menunaikan shalat, segera bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah dan mengingatnya. Karena, jika kita melihat pengertian melakukan kebajikan dalam surat Al Jumu’ah: 10), maka kita tidak bisa melakukan kebajikan tanpa bekerja secara totalitas.

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al Baqarah: 177)

Lalu di surat Al Mukminun ayat selanjutnya dijelaskan bagaimana karakter orang yang telah beriman.

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya” (Al Mukminun: 1-5)

Ada beberapa tahapan apa yang dilakukan oleh orang beriman.

Pertama orang yang beriman, shalatnya akan khusyu. Apakah itu khusyu? Khusyu’ bisa digambarkan dengan kondisi seperti ini ada anak di kelas yang bermain atau chatting dengan smartphonenya. Saking asyiknya, ada gurunya yang memanggil murid tersebut tidak mendengar. Bisa dikatakan murid tersebut khusyu’ dengan smartphonenya. Mereka saat berkomunikasi dengan Allah benar-benar totalitas demikian juga saat berdoa. Karena Manusia ini dilahirkan dengan kondisi lemah. Allah tahu kita lemah makanya Dia memberikan kita sebuah jalan yaitu berdoa kepada-Nya. Bersandar hanya kepada-Nya.

Selanjutnya mereka menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna. Saat kita tidak disibukkan dengan sesuatu yang bermanfaat, maka kita akan disibukkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Ibaratkan cermin, sesuatu yang sia-sia itu seperti sebuah noda yang menutupi cermin. Kita tidak akan melihat siapa diri kita sebenarnya saat kita bercermin dan dalam bayangan kita, kita adalah orang baik. Namun, jika kita berhenti dan menghindari perbuatan yang sia-sia, perlahan noda-noda itu akan terangkat sehingga wajah kita di cermin akan terlihat. Kita akan mampu menilai diri kita. saat kita sudah mampu menilai diri kita secara baik, kita akan mampu memperbaiki diri. Apakah selama ini waktu kita dihabiskan banyak hanya untuk dunia, apakah shalat kita sudah baik, apakah sedekah kita sudah cukup dan sebagainya. Dengan menjauhi perbuatan sia-sia secara otomatis kita akan melakukan perbuatan yang berguna. Inilah yang mendorong kita untuk sukses. Tidak ada ceritanya orang sukses yang kerjaannya adalah hal yang sia-sia.

Kemudian, setelah dua hal sebelumnya berkaitan dengan diri kita. Bagaimana mengupgrade kemampuan kita dan mempercantik kebiasaan kita, maka jika telah selesai dilanjutkan dengan memberikan zakat kepada orang lain, menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri-istri mereka. Yang terakhir ini berkaitan dengan orang lain. Apa yang kita lakukan jangan digunakan untuk diri kita sendiri namun juga berbagi kepada orang lain.

Inilah kriteria sukses yang sebenarnya.