Jumat, 26 Oktober 2012

WUDHU


Dalil Normatif Wudhu
Wudhu disyariatkan oleh Al-Qur'an dan sunnah. Allah Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku dan sapulah kepala kalian dan (basuhlah) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Shalat salah seorang dari kalian tidak diterima jika ia berhadast hingga ia berwudhu." (Diriwayatkan Al-Bukhari)

Keutamaan Wudhu
Wudhu mempunyai keutamaan yang agung berdasarkan sabda-sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berikut,
"Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu dimana dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan, dan mengangkat derajat dengannya?" Para sahabat menjawab, "Ya mau, wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Yaitu menyempurnakan wudhu pada saat yang sulit (misalnya musim dingin), berjalan ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, itulah ribath (sabar dalam ketaatan)." (Diriwayatkan Muslim).

"Jika hamba Muslim, atau Mukmin berwudhu, kemudian membasuh wajahnya maka semua kesalahannya keluar dari wajahnya, ia bisa melihat kesalahannya dengan kedua matanya bersama dengan air atau akhir tetesan air. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka segala kesalahannya keluar yang digerakkan kedua tangannya bersama dengan air atau akhir tetes air. Jika ia membasuh kedua kakinya, maka segala kesalahannya keluar yang digerakkan oleh kedua kakinya bersama air atau akhir tetes air, hingga ia bersih dari dosa-dosa." (Diriwayatkan Malik dan lain-lain).

Hal-hal yang diwajibkan dalam Wudhu
1. Niat, yaitu keinginan hati untuk mengerjakan wudhu karena ingin melaksanakan perintah Allah Ta'ala berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu harus dengan niat” (Muttafaq Alaih)
2. Membasuh wajah dari kening atas hingga dagu, kerena Allah Ta’ala berfirman,
“Maka basuhlah muka kalian.” (Al Maidah: 6)
3. Membasuh kedua tangan hingga siku, kerena Allah Ta’ala berfirman, “(Dan basuhlah) tangan kalian sampai dengan siku.” (Al Maidah: 6)
4. Menyapu kepala dari kening hingga tengkuk, kerena Allah Ta’ala berfirman, “Sapulah kepala kalian.” (Al Maidah: 6)
5. Membasuh kedua kaki hingga dua mata kaki, karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan (basuhlah) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al Maidah: 6)
6. Berurutan dalam berwudhu. Pertama-tama ia membasuh mukanya, kemudian membasuh kedua tangannya, kemudian membasuh kepala, kemudian membasuh kaki. Karena urutannya seperti itu dalam firman Allah Ta’ala; pertama-tama wajah, kemudian kedua tangan, dan seterusnya.
7. Muwalah artinya menjalankan aktifitas wudhu pada satu waktu tanpa jeda, karena memutus ibadah yang telah dimulai itu dilarang. Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (Muhammad: 33).
Hanya saja jeda sedikit itu ditolerir, begitu juga karena udzur, misalnya persediaan air wudhu habis, atau aliran air wudhu terhenti, atau pengalirannya itu membutuhkan waktu yang lama. Pada kondisi tersebut, jeda dibolehkan, karena Allah Ta’ala tidak membebani seseorang kecuali dengan kemampuannya.

Catatan:
Sebagian ulama memasukkan ad-dalku (menggosok orang tubuh wudhu) termasuk kewajiban wudhu, dan sebagian ulama lain memasukkannya sebagai sunnah-sunnah wudhu. Pada hakikatnya, ad-dalku ialah kesempurnaan membasuh organ tubuh wudhu, jadi tidak dibuatkan nama khusus atau hukum tersendiri.

Hal-hal yang Disunnahkan dalam Wudhu
1. Menyebut nama Allah Ta’ala ketika memulai wudhu dengan berkata, “Bismillah”, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebutkan nama Allah padanya.” (Diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud dengan sanad dhaif, namun karena jalurnya banyak, maka sebagian ulama mengamalkannya).
2. Membasuh/mencuci kedua telapak tangan hingga tiga kali sebelum dimasukkan ke dalam tempat wudhu jika seseorang habis bangun tidur, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka ia jangan mencelupkan tangannya ke dalam air hingga ia membasuh/mencuci tiga kali, kalau ia tidak tahu di mana tangannya bermalam.” (Muttafaq Alaih)
3. Membersihkan gigi dengan siwak (atau gosok gigi), karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika tidak memberatkan umatku, aku pasti menyuruh mereka menggunakan siwak pada setiap kali wudhu.” (Diriwayatkan Malik).
4. Berkumur, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika engkau berwudhu, maka berkumurlah.” (Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad yang baik).
5. Istinsyaq (menghirup air dengan hidung) dan Istintsar (mengelurkan air dengan air setelah menghirupnya), karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dan bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq kecuali kalau engkau dalam keadaan berpuasa.” (Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, dan At-Tirmidzi).
6. Mengalirkan air ke jenggot, dikarenakan ucapan Ammar bin yasir karena kendati merasa asing dengannya, namun ia berkata, “Keterasinganku tidak menghalangiku mengalirkan air ke jenggot, karena aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengalirkan air ke jenggotnya.” (Diriwayatkan Ahmad dan At-Tirmidzi)
7. Membasuh organ tubuh wudhu sebanyak tiga kali. Karena kewajiban membasuh itu hanya sekali, maka membasuh organ tubuh wushu tiga kali adalah sunnah
8. Membasuh telingan bagian luar dan dalam, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terbiasa melakukannya
9. Mengalirkan air ke jari-jari kedua tangan, dan jari-jari kedua kaki, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam  bersabda, “Jika engkau berwudhu, maka alirkan air ke jari-jari kedua tanganmu, dan jari-jari kedua kakimu.”
10. Tayamun yaitu memulai dengan bagian kanan ketika membasuh kedua tangan, dan kedua kaki, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Jika kalian berwudhu, maka mulailah dengan bagian kanan kalian.” (Diriwayatkan Ahmad dan At-Tirmidzi)
Ucapan Aisyah Radhiyallahu Anha, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam senang memulai dari yang kanan ketika menggunakan sandal, menyisir, bersuci, dan dalam segala hal.” (Muttafaq Alaih)
11. Memanjangkan warna putih di wajah, dan kaki dengan membasuh leher ketika membasuh wajah, membasuh sedikit dari lengan ketika membasuh kedua tangan, dan membasuh sedikit dari betis ketika membasuh kaki, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat dalam keadaan putih di wajahnya, dan kakinya karena bekas-bekas wudhu. Maka barangsiapa diantara kalian sanggup memanjangkan warna putihnya, silahkan kerjakan.” (Muttafaq Alaih)
12. Memulai membasuh kepala bagian depan, karena berdasarkan hadits bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membasuh kepalanya dengan kedua tangannya, kemudian memajukan dan mengambalikannya. Beliau memulai dengan kepala bagian depan kemudaian membawa kedua tangannya ke akhir tengkuknya, kemudian mengembalikan ke tempat semula. (Muttafaq Alaih)
13. Berdoa setelah wudhu dengan doa berikut,
Ashhadualla ila ha illallah wa anna muhammadan abduhu wa rasuluh allahummaj’alnii minattawwabina waj’alni minal mutatohhiriin
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikan aku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadikan aku termasuk orang-orang suci.”
Karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian berdoa, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah,” maka kedelapan pintu surga dibukakan untuknya dan ia masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (Diriwayatkan Muslim)

Hal-hal yang Dimakruhkan dalam Wudhu
1. Berwudhu di tempat najis, karena dikhawatirkan najis tersebut mengenai dirinya.
2. Membasuh lebih dari tiga kali, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berwudhu tiga kali-tiga kali, dan beliau bersabda, “Barangsiapa lebih dari tiga kali, ia berbuat jelek dan dzalim.” (Diriwayatkan An-Nasai, Ahmad, dan At-Tirmidzi)
3. Berlebih-lebihan dalam penggunaan air, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berwudhu dengan air sebanyak takaran di telapak tangan. (Diriwayatkan At-Tirmidzi).
4. Meninggalkan salah satu sunnah wudhu atau lebih, karena dengan meninggalkannya orang Muslim kehilangan pahala. Oleh karena itu, tidak selayaknya sunnah wudhu ditinggalkan
5. Berwudhu dengan sisa air wudhu wanita, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang air sisa bersuci wanita. (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya)

Cara Wudhu
Orang Muslim meletakkan tempat air di sebelah kanannya jika memungkinkan sambil berkata, “Bismillah”. Ia tuangkan air ke kedua telapak tangannya sambil berniat wudhu, membasuh tiga kali, berkumur tiga kali, menghirup air dengan hidung dan mengeluarkannya kembali sebanyak tiga kali, membasuh wajahnya dari tempat tumbuhnya rambut hingga jenggotnya, dari tonjolan di depan telinga ke tonjolan di depan telinga sebanyak tiga kali dengan memasukkan air ke jari-jarinya, membasuh tangan kiri hingga lengan sebanyak tiga kali dengan memasukkan air ke dalam jari-jari, membasuh kepala satu kali dimulai dengan kepala bagian depan kemudian membawa kedua tangannya ke tengkuknya kemudian mengembalikan  kedua tangannya ke tempat semula (kepala bagian depan), mengusap kedua telinganya, luar dan dalam dengan air yang tersisa di kedua tangannya atau mengambil air lagi jika kedua tangannya tidak tersisa air, membasuh kaki kanan hingga betis sebanyak tiga kali dengan memasukkan air ke dalam jari-jari kaki, membasuh kaki kiri hingga betis sebanyak tiga kali dengan memasukkan air ke dalam jari-jari kaki, dan membaca doa berikut, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikan aku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadikan aku termasuk orang-orang suci.”
Ini kerena diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu berwudhu, kemudian membersihkan kedua talapak tangannya hingga bersih, berkumur, tiga kali, menghirup air dengan hidungnya tiga kali, membasuh wajahnya tiga kali dan kedua langannya tiga kali, mengusap kepalanya sekali, membasuh kedua kakinya hingga kedua mata kali, kemudian berkata, “Aku ingin memperlihatkan pada kalian bagaiamana cara bersuci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya)

Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
1. Sesuatu yang keluar dari kedua lubang manusia (kemaluan dan dubur), misalnya air kencing, air madzi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), wadyu (cairan putih yang keluar selepas air kencing), tahi, kentut yang berbunyi dan tidak berbunyi. Itu semua dikategorikan hadast, sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Allah tidak menerima shalat salah seorang dari kalian jika ia berhadast hingga ia berwudhu lagi.” (Diriwayatkan Al-Bukhari)
2. Tidur berat jika orang Muslim melakukannya dengan berbaring, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Mata adalah tali dubur maka barangsiapa tidur, ia harus berwudhu lagi.” (Diriwayatkan Abu Daud)
3. Hilangnya akal, dan perasaan misalnya pingsan, atau mabuk, atau gila sebab ketika seseorang hilang akalnya maka ia tidak mengetahui apakah wudhunya batal dengan kentut misalnya atau tidak?
4. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan bagian dalam, dan jari-jari, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa menyentuh kemaluannya, ia jangan shalat hingga ia berwudhu lagi.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya)
5. Murtad misalnya dengan mengatakan perkataan yang menunjukkan kekafiran, maka karenanya wudhunya batal, dan semua amal perbuatannya menjadi hangus, karena Allah Ta’ala berfirman, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentunya kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Az Zumar: 65)
6. Memakan daging unta, karena salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apakah kita harus berwudhu lagi karena memakan daging kambing?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika engkau mau, silahkan.” Sahabat tersebut bertanya lagi, “Apakah kita harus berwudhu lagi karena memakan daging unta?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ya” (Diriwayatkan Muslim)
Namun sebagian besar sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak berpendapat harus berwudhu lagi setelah memakan daging unta, dengan alasan hadist diatas telah dihapus, dan karena sebagian besar dari mereka termasuk pada khulafa’ur rasyidin tidak berwudhu lagi setelah mereka memakan daging unta
7. Menyentuh wanita dengan syahwat, sebab menginginkan syahwat itu sama dengan syahwat itu sudah ada dan itu membatalkan wudhu. Dalilnya ialah perintah untuk berwudhu setelah menyentuh kemaluan, karena menyentuh kemaluan itu membangkitkan syahwat, dan karena diriwayatkan di Al-Muwaththa’ bahwa Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, “Ciuman seorang suami terhadap istrinya, dan meraba istri dengan tangannya termasuk dalam arti kata menyentuh. Oleh karena itu, barangsiapa mencium istrinya, dan merabanya, ia harus berwudhu.”

Orang-orang yang Disunnahkan Berwudhu
Orang-orang berikut disunnahkan berwudhu:
1. Salis, yaitu orang yang kencing dan kentutnya tidak bisa berhenti di sebagian besar waktunya. Ia disunnahkan berwudhu untuk setiap shalat, karena dianalogikan dengan wanita mustahadhah
2. Wanita mustahadhah, yaitu wanita yang selalu mengeluarkan darah tidak dihari-hari rutinnya. Ia disunnahkan berwudhu untuk setiap shalat, karena dianalogikan dengan wanita salis, juga karena sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy, “Kemudian berwudhulah engkau untuk setiap shalat.” (Diriwayatkan Abu Daud, At-Tirmidzi, dan An-Nasai).
3. Orang yang habis memandikan mayit, atau menggotongnya, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa memandikan mayit, hendaknya ia mandi, dan barangsiapa menggotongnya hendaklah ia berwudhu.”
Karena hadist diatas dhaif (lemah), maka ulama mensunnahkan berwudhu bagi orang yang habis memandikan mayit sebagai bentuk kehati-hatian.

Abu Bakr Jabir Al-Jazairi
Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim
Darul Falah

Sabtu, 20 Oktober 2012

Jus 28

Surat Al Mujadalah
Surat Al Hasyr
Surat Al Mumtahanah
Surat As Saff
Surat Al Jumu'ah
Surat Al Munafiqun
Surat At Taqabun
Surat At Talaq
Surat At Tahrim

Etika Buang Air

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak buang air
1. Ia mencari tempat yang sepi dari manusia dan jauh dari penglihatan mereka, karena diriwayatkan bahwa jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hendak buang air besar, maka beliau pergi hingga tidak dilihat siapa pun. " (Diriwayatkan Abu Daud, dan At-Tirmidzi)

2. Tidak membawa masuk apa saja yang didalamnya terdapat dzikir kepada Allah Ta'ala, karena diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenakan cincin yang ada tulisan Rasulullah, namun jika beliau masuk WC maka beliau melepasnya. (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya)

3. Masuk ke dalam toilet/WC dengan mendahulukan kaki kiri, sambil berdoa,

Bismillahi inni a'udzubika minal khubutsi wal khobaitsi

"Dengan nama Allah, sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari syaitan laki-laki dan syaitan wanita."
Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu membaca doa di atas jika hendak masuk ke dalam WC

4. Tidak mengangkat pakaiannya agar auratnya tidak terbuka

5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air kecil, atau buang air besar, kerena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Janganlah kalian menghadap kiblat, dan jangan pula membelakanginya ketika buang air besar, atau buang air kecil." (Muttafaq Alaih)

6. Tidak buang air kecilm atau buang air besar di tempat berteduh manusia, atau di jalan mereka, atau di air mereka, atau di pohon-pohon mereka yang berbuah karena dalil-dalil berukut:
"Takutlah kalian pada tiga tempat laknat: buang air besar di aliran air, (buang air besar) di jalan, dan (buang air besar) di tempat berteduh." (Diriwayatkan Al-Hakim dengan sanad yang baik)
Ada larangan buang air besar di pohon-pohon yang berbuah

7. Tidak mengobrol ketika sedang buang air besar, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Jika dua orang buang air besar, maka hendaklah setiap orang dari keduanya bersembunyi dari yang satunya, dan keduanya jangan mengobrol, karena Allah membenci hal tersebut"

Alat Istinja'
1. Tidak beristinja' dengan tulang, atau kotoran hewan, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Janganlah kalian beristinja' dengan kotoran hewan dan tulang, karena keduanya adalah makanan saudara-saudara kalian dari jin" (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).
Juga tidak beristinja' dengan apa saja yang didalamnya terdapat manfaat, seperti pohon rami yang bisa digunakan, atau daun, dan lain sebagainya. Juga tidak beristinja' dengan sesuatu yang bernilai, seperti sesuatu yang bisa dimakan, karena meniadakan sesuatu yang bermanfaat, dan merusak sesuatu yang berguna itu haram.

2. Tidak cebok, atau beristinja' dengan tangan kanan, dan tidak menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Janganlah salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya, dan tidak cebok di WC dengan tangan kanannya." (Muttafaq Alaih)

3. Melakukan istinja' dengan ganjil, misalnya beristinja' dengan tiga batu. Jika merasa belum bersih, maka dengan lima batu, karena Salman Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar atau buang air kecil, atau kami beristinja' dengan tangan kanan dengan batu kurang dari tiga, atau kami beristinja' dengan kotoran hewan, dan tulang." (Diriwayatkan Muslim).

4. Jika ingin menggunakan air dan batu, maka lebih dahulu menggunakan batu, kemudian dengan air. Jika cukup dengan salah satu dari keduanya, maka diperbolehkan, hanya saja dengan air itu lebih baik, karena Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, "Perintahkan suami-suami kalian istinja' dengan air, karena aku malu kepada mereka, dan karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terbiasa berbuat seperti itu." (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya)

Apa yang harus diperhatikan usai buang air
1. Kaluar dari WC dengan mendahulukan kaki kanan, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa berbuat seperti itu
2. Membaca doa
Ghufronaka
"Ya Allah, ampunilah aku" (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi. Hadits ini hasan)

Atau doa,
Alhamdulillahilladzi adzhaba 'annil adza wa 'afinii
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan gangguan dariku, dan memberi kesehatan kepadaku."

Atau doa,
Alhamdulillahilladzi ahsana ilaiya fii awwalihi wa akhirihi
"Segala puji bagi Allah yang telah berbuat baik kepadaku dari pertama hingga akhir."

Atau doa,
Alhamdulillahilladzi adzaqoni ladzdzatani wa abqo fiyya quwwatu wa adzhaba 'annii adzahu
"Segala puji bagi Allah yang telah merasakan kepadaku kelezatan-Nya, mempertahankan kekuatan-Nya kepadaku, dan menghilangkan gangguan-Nya dariku."
Karena semua doa diatas ada haditsnya.

Ensiklopedi Muslim
Minhajul Muslim
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi

Ayahku

Tulisan kali ini, aku akan sedikit bercerita tentang ayahku.
Ayahku bukan orang yang bisa menginspirasi orang lain seperti ayah - ayah temanku yang lain.
Saat aku kecil, yang paling aku benci dari ayahku adalah saat dia marah. Sungguh luar biasa seperti orang kesurupan. Aku saja yang masih sangat kecil, entah berumur berapa, mungkin antara 5 samapi 7 tahun pernah dilempar ke got. Ya, dilempar bergitu saja seperti melempar barang. Ayahku kalau memukul bekasnya bisa sampai seminggu. Kakakku pernah dilempar dengan bak plastik sampai kepalanya bocor. Seolah kejam memang. Namun, demikianlah ayahku. Seperti Umar bin Khattab yang keras.



Namun, ayahku adalah oranga yang penuh dengan cinta. Ayahku sering memeluk dan menciumku waktu kecil. Karena aku anak yang dulu "melankolis" dan "perfeksionia". Aku jijik dengan apa yang ayahku lakukan. Mosok anak laki - laki dipeluk-peluk dan dicium - cium.

Ayahku bukan orang yang berpendidikan. Ayahku tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Membaca tidak terlalu lancar. Hanya sekedar bisa. Namun, semangatnya untuk belajar itu yang menjadi contoh buatku. Bayangkan saja. Diusia kanak - kanak, ayahku berangkat sendiri ke Kabupaten Bondowoso dari Jember untuk "mondok". Tanpa membawa bekal apa-apa seperti anak sekarang yang membawa banyak bekal jika sudah kembali ke pondok pesantren. Ayahku tidak membawa bekal memang karena tidak ada bekal yang harus dibawa. Namun, ayahku sudah demikian mengerti akan pentingnya pendidikan. Karena itu, dia berangkat dengan "nunut" pada salah satu tetangga yang hendak ke sana. Ini terus memompa semangatku untuk terus belajar. Harus lebih bersemangat jika melihat fasilitas yang aku dapatkan sekarang.

Ayahku hanya bekerja sebagai tukang becak, namun ayahku tidak pernah berpikir untuk takut miskin. Ayahku menikahi janda yang punya tiga orang anak dan dari janda itu memiliki 3 orang anak. Sehingga total ada 6 orang anak. Setelah istri auaku meninggal, menikah dengan ibuku janda dengan seorang anak dan memiliki 2 orang anak. Ayahku tidak pernah melarang anak-anaknya untuk berhenti sekolah karena masalah biaya. Jika sang anak bersemangat maka, ayahku juga bersemangat walau hanya dengan mengayuh pedal becak.

Ayahku bukan orang yang suka mengumbar uang (memang uang mana yang mau diumbar). Maksudnya, uang sebanyak-banyaknya untuk investasi masa depan. Demi anak-anaknya tentunya. Ayahku membeli sawah, membeli tanah agar suatu saat anak-anaknya tidak kerepotan tempat tinggal. Bahkan, sebelum ayahku meninggal saja, ayahku sudah memberikan yang disini tanahnya ini, yang disana tanahnya itu. Aku pernah heran, bagaimana ayah dan ibuku mengatur keuangan sampai bisa membeli tanah jika dibandingkan dengan pekerjaan. Akhirnya yang muncul adalah "SUBHANALLAH". Allah Maha Memberi Rezeki.

Ayahku adalah orang paling sehat yang pernah aku temui. Di usianya yang sekitar 62 tahun (tidak ada yang tahu tepatnya kapan ayahku lahir), ayahku masih dengan gagah mengajuh becak, masih dengan gagah pergi ke sawah atau ladang, bahkan boleh dibilang lebih kuat daripada diriku. Ayahku bukan tipe orang yang suka berdiam diri menikmati masa tua. Ayahku tidak terkena penyakit orang tua seperti diabetes, darah tinggi, stroke atau lainnya. Bahkan masih suka merokok, masih suka makan makanan manis dan kesukaannya sate, ati dan daging. Alhamdulillah!




Minggu, 14 Oktober 2012

Jus 29

Surat Al Mulk
Surat Al Qalam
Surat Al Haqqah
Surat Al Ma'arij
Surat Nuh
Surat Al Jinn
Surat Al Muzzammil
Surat Al Muddassir
Surat Al Qiyamah
Surat Al Insan
Surat Al Mursalat

Thaharah (Bersuci)

Hukum Thaharah
1. Dalil Normatif Thaharah

Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Allah Ta'ala berfirman,
"Dan jika kamu junub, maka mandilah" (Al-Maidah: 6)
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan pakaianmu bersihkanlah." (Al-Muddatstsir: 4).
Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (Al-Baqarah: 222)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Kunci sholat ialah bersuci."
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Sholat tanpa wudhu tidak diterima." (Diriwayatkan Muslim)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Bersuci adalah setengah iman." (Diriwayatkan Muslim)

2. Penjelasan tentang Thaharah

Thaharah terbagi menjadi dua bagian: Lahir dan Batin.
Thaharah batin ialah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa, dan maksiat dengan bertaubat secara benar dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari semua kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, iri, menipu, sombong ujub, riya', dan sum'ah dengan ikhlas, keyakinan, cinta kebaikan, lemah-lembut, benar dalam segala hal, tawadlu', dan menginginkan keridhaan Allah Ta'ala dengan semua niat dan amal shalih.

Sedang thaharah lahir ialah thaharah dari najis dan thaharah dari hadast (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudhu, atau mandi, atau tayamum).
Thaharah dari najis adalah dengan menghilangkan najis dengan air yang suci dari pakaian orang yang hendak sholat, atau dari badannya, atau dari tempat shalat.
Thaharah dari hadast ialah dengan wudhu, mandi dan tayamum.

Alat Thaharah
Thaharah bisa dengan dua hal:
1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apapun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta'ala,
"Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci." (Al Furqan: 48)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Air itu suci kecuali jika telah berubah aromanya, atau rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya." (Diriwayatkan Al Baihaqi. Hadist ini dhoif, namun mempunyai sumber yang shahih dan seluruh ummat Islam mengamalkannya).

2. Tanah yang suci di atas bumi, atau pasir, atau batu, atau tanah berair, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Bumi dijadikan masjid, dan suci bagiku." (Diriwayatkan Ahmad dan asal hadist ini dari Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim).
Tanah bisa dijadikan sebagai alat Thaharah jika air tidak ada, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit dan lain sebagainya, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta'ala,
"Kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang suci." (An Nisa': 43)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Sesungguhnya tanah yang baik adalah alat bersuci seorang Muslim kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya." (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengizinkan Amr bin Al-Ash Radhiyallahu Anhu bertayammum dari jinabat pada malam yang sangat dingin, karena Amr bin Al-Ash mengkhawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin. (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Penjelasan tentang Hal-hal yang Najis
Hal-hal yang najis ialah apa saja yang keluar dari dua lubang manusia berupa tinja, atau urine, atau madzi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadyu (cairan putih yang keluar selepas air kencing) atau air mani. Begitu juga air kencing, dan kotoran semua hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan. Begitu juga darah, atau nanah, atau air muntah yang telah berubah. Begitu juga semua bangkai, dan organ tubuhnya kecuali kulitnya. Jika kulitnya disamak, maka suci, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Kulit apa saja yang telah disamak, maka menjadi suci." (Diriwayatkan Muslim)


Ensiklopedi Muslim
Minhajul Muslim
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi


Islam dan Perbudakan


Islam tidak melarang perbudakan seperti dalam Al – Qur’an surat An Nur ayat 36

“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu.”

bahkan Rasulullah sendiri memiliki seorang budak wanita bernama mariyah Al – Qibthiyah.

Sekilas seolah islam adalah agama yang tidak humanis. Beberapa orang menjelaskan kenapa perbudakan tidak dilarang karena faktor kebiasaan manusia zaman dahulu yang tidak bisa diubah secara langsung. Jika alasannya demikian kenapa tidak diubah sedikit demi sedikit seperti halnya khamr. Kenapa tidak ada ayat yang melarang. Adanya hanya keistimewaan jika memerdekakan budak. Hal ini, tentu ada alasan yang lebih berguna.



Dalam islam, berbeda dengan yang lain, budak hanya berasal dari peperangan. Tidak berasal dari penjarahan pedagang atau perompakan kapal. Negara yang kalah maka, wanita – wanita dan anak – anaknya menjadi budak. Inilah istimewanya. Kenapa?

Coba kita bayangkan jika sebuah negara atau suku kalah perang. Para prajurit mereka mati. Para lelakinya banyak yang ditawan atau terbunuh saat perang. Banyak fasilitas umum yang rusak. Perekonomian terhenti. Tentu menjadi budak akan lebih baik. Kenapa? Karena menjadi budak dalam islam bukanlah menjadi pekerja yang disuruh – suruh dengan seenak hati oleh tuannya. Bukan budak yang bisa diapakan sekehendak hati seolah binatang atau barang. Budak dalam islam berbeda pengertian dengan perbudakan bangsa barat.

Rasulullah SAW bersabda,
“Mereka (pada budak) adalah saudara – saudara kalian dan paman – paman kalian dari jalur ibu kalian yang Allah menjadikan mereka di bawah penguasaan kalian. Maka barang siapa saudara di bawah penguasaannya, hendaknya ia memberinya makan dari apa yang ia makan, memberinya pakaian dari apa yang ia kenakan, dan kalian jangan membebani mereka dengan apa yang tidak sanggup mereka kerjakan, serta jika kalian membebani mereka dengan pekerjaan maka bantulah mereka dalam mengerjakannya” (HR Muslim)

“Barangsiapa menampar budaknya, atau memukulnya, maka kafaratnya ialah memerdekakannya” (HR Muslim)

Saat orang barat menganggap budak itu sebagai barang atau bahkan hewan maka islam menganggap budak itu sebagai saudara. Karena saudara maka diperintahkan untuk berbuat baik kepadanya. Dilarang untuk memukul. Sekali memukul maka merdekalah sang budak. Dilarang untuk memberi pekerjaan yang berat baginya bahkan diperintahkan untuk membantunya. Maka, tidak ada bedanya dengan saudara atau teman dekat kita. Sedangkan segala biaya kebutuhan mereka ditanggung semuanya oleh tuannya. Jika sang tuan tiap hari makan daging maka sang budak harus makan daging dengan kualitas yang sama dengan sang tuan. Jika tuannya memakai pakaian mewah maka sang budak harusnya diberi pakaian dengan kualitas yang sama. Ini bahkan lebih baik dari menjadi seorang pembantu harian di Indonesia yang digaji. Yang belum tentu bisa makan daging seperti majikannya atau memakai pakaian indah seperti majikannya. Bahkan gajinya bisa jadi tidak cukup untuk membeli sepotong pakaian seperti milik majikannya.

Ini istimewanya. Mereka yang kehilangan suami dan fasilitas umum rusak. Aktifitas ekonomi berjalan lambat bahkan terhenti. Kebutuhan mereka dipenuhi dengan menjadi budak dengan diperlakukan seperti saudara. Lantas apanya yang tidak humanis? Bukankah kadang kita sering menemui orang – orang yang susah menawarkan diri untuk menjadi pembantu dengan hanya digaji makan dan tempat tinggal. Bukankah kadang kita memiliki teman yang menumpang bersama kita dengan sebagai bentuk terima kasihnya dibalas dengan membantu bekerja. Apanya yang tidak humanis? Apalagi Allah mengistimewakan memerdekakan budak.

“Barangsiapa memerdekakan budak muslim, maka Allah memerdekakan setiap organ tubuhnya dengan organ tubuh budak tersebut dari api neraka, hingga Allah memerdekakan tangan dengan tangan, kaki dengan kaki, dan kemaluan dengan kemaluan” (Muttafaq Alaih)






Minggu, 07 Oktober 2012

Dokter Untuk Saudara Yang Sakit


“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya” (Al ‘Adiyaat : 6)

“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. Al-Kahfi : 34)

Sudah menjadi keniscayaan saat manusia melakukan kesalahan karena Allah memang menciptakan kita demikian. Namun, dalam perjalanan hidup ini. kadang kala kita lupa akan hakekat itu. Saat kita bergaul dengan anak – anak masjid misalkan. Melihat betapa shalehnya mereka, lihat saja, berpayah – payah mengadakan kegiatan, berpeluh hilir mudik sana sini agar kegiatan dakwah berjalan. Rela menyisihkan uang saku bahkan. Betapa mulianya jiwa mereka. Sosok itu tak jarang dihiasi dengan prestasi – prestasi memukau. Mahasiswa berprestasi. Wakil universitasnya dibeberapa kompetisi bahkan negaranya. Amal yauminya, dia terbangun saat yang lain begitu menikmati hangatnya selimut atau sejuknya AC kamar. Berlapar dan berdahaga ria saat yang lain baru saja mencicipi makanan lezat. Sempurna, perfect, exelent. Sampai – sampai, kita lupa bahwa mereka juga seorang manusia.

Manusia yang tak luput dari dosa. Sehingga, saat ketika kita kebetulan mengetahui titik kecil hitam dalam dirinya. Dunia seolah terbalik. Kita langsung mengeluarkan senjata. Kita langsung memutarkan seribu ayat nasehat. Maksud hati hendak membuatnya sadar dan berubah. Tak tahukah bahwa bisa jadi saat itu saudara kita sedang sakit. Iman atau jiwanya.



Tak bolehkah kita menasehatinya? Tentu wajib kita nasehati kawan. Tapi bagaimana? Apakah kita akan menjadi seorang hakim yang mencari data, bukti – bukti kebenaran. Memanggil tersangka atau menjemputnya. Mengeluarkan klarifikasi, dengar pembelaan, membacakan undang – undang dan hukum lantas menjatuhkan hukuman atau masa percobaan. Tidak lebih baikkah kita menjadi seorang dokter. 



Dokter tak pernah menuduh pasiennya bersalah. Dokter tak pernah mengumumkan penyakit pasiennya. Bahkan, kadang kala disembunyikannya kabar penyakit itu dari pasien itu sendiri agar pasien tetap tenang.  Dokter tak pernah mempermasalahkan penyakit pasien. Yang diharapkannya hanya satu kesembuhan. Dokter tak menuduh, dia selalu memotivasi bahwa Allah Maha Berkehendak untuk memberi kesembuhan kepada siapa saja. Dokter mendiagnosis dari apa yang disampaikan oleh pasien dan keluarganya. Menyenangkan bukan? Karena itu, ayo kita menjadi dokter bagi saudara – saudara kita.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain” (At Taubah:71)

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran : 133 – 135)