DOA. Episode 1.
Di sebuah desa terpencil, suatu pagi, sekitar tahun 60-an.
Seorang anak perempuan sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Ini adalah
pagi pertama dia ke sekolah. Rencananya, pagi ini dia akan diantarkan oleh
ayahnya. Menaiki sebuah sepeda. Dia dibonceng di belakang, kakinya diikat ke
depan agar tidak mengenai jari-jari roda. Dalam perjalanan menuju sekolah tersebut,
terjadi sebuah percakapan antara ayah dan anak. Lebih tepatnya sebuah
perjanjian antara ayah dan anak.
"kamu sekolah yang rajin ya, kalau kamu rajin, nanti
ayah belikan anting merah", kata ayah dalam bahasa Madura. Anting merah
adalah anting emas. Istilah yang anak perempuan ini gunakan untuk menyebut
emas. Entah mengapa warna emas disebut warna merah. Kenapa tidak kuning, orange
atau sekalian gold? Ini misteri yang sulit dipecahkan. Tidak ada hubungannya
dengan hijau adalah biru bagi orang Madura ya. :D
Sang anak memegah teguh janji sang ayah. Namun, sang ayah
tidak pernah menepati janji sang anak. Serajin apapun sang anak, janji itu
tidak pernah ditepatinya. Sang ayah meninggal sebelum dia bisa menepati
janjinya. Konon, sang ayah meninggal karena santet. Sakit parah tidak dapat
diobati hingga mengeluarkan banyak biaya dan hutang sana-sini.
Anak perempuan ini tetap rajin ke sekolah dalam
keterbatasannya. Sang ibu yang hanya menjadi petani, tidak mampu lagi mengurus
urusan sekolah ketujuh anaknya. Ditambah lagi, dua adiknya masih kecil. Untuk
menanggung biaya sekolah SDnya, dia pergi ke sawah sepulang sekolah. Mencari
sisa-sisa biji gabah yang tercecer untuk dikumpulkan dan dijual. Uangnya
digunakan untuk beli alat tulis. Jika ada buah jambu air milik tetangga yang
berbuah, dia minta jambu air yang jatuh di tanah untuk dijual. Pun juga buah
asam yang terjatuh. Dibersihkan kemudian dijual. Uangnya dipakai untuk membeli
alat tulis. Namun, hidup tetaplah hidup, tidak berjalan dengan mulus. Anak
perempuan ini menemukan buku tulis yang dibelinya terbakar. Entah oleh siapa.
Jangan bilang urusan seragam, anak perempuan ini memakai baju daster bekas
pemberian orang yang dia kaitkan menggunakan peniti karena kancingnya lepas
untuk berangkat ke sekolah. Uang SPP dibayarkan oleh ibunya saat masa panen.
Dibayarnya pakai gabah.
Setelah sekitar kelas 4, anak perempuan ini dinikahkan. Dia
sebenarnya tidak tahu kalau akan dan sedang dinikahkan. Tiba-tiba, saat maghrib
dan akan berangkat ke pondok untuk mengaji, dia dilarang berangkat karena sudah
dinikahkan. Namun, pernikahannya kandas.
Setelah bercerai, perempuan ini kembali ke rumah orang
tuanya dan banyak menghabiskan waktu di pondok dekat rumahnya. Di pondok ini
dia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang kemudian menikah dengannya. Dari
pernikahannya, anak perempuan ini memiliki anak laki-laki. Meskipun hidup dalam
kesederhanaan, anak perempuan ini tidak trauma dan putus asa dengan perjalanan
hidupnya namun justru menjadikannya pecutan. Adegan janji ayah dan anak tentang
anting merah ini seringkali diceritakan kepada putranya. Agar putranya tidak
bermalas-malasan sekolah. Jika anak perempuan ini bisa berjuang, maka putranya
juga harus berjuang sebagai rasa syukur karena setidaknya tidak perlu
menghadapi keterbatasan seperti dirinya dulu.
Cerita anting merah ini jarang didengar sejak anak
laki-lakinya merantau ke kota besar kedua di Indonesia. Lah gimana mau
mendengar kan tidak tinggal bersama -_-. Namun, cerita tentang anting merah ini
justru lebih menggema di hati putranya. Terlebih, saat dia sedang mempersiapkan
slide presentasi sidang predefence doktoralnya di negara matahari terbit. Doa
dan harapan anak perempuan ini mengalir kepada anak laki-lakinya. Manusia biasa
tidak ada yang tahu kata-kata yang mana, kapan dan bagaimana akan tertancap
pada jiwa anaknya. Semua itu diatur oleh Allah SWT yang maha membolak-balikkan
hati. Manusia biasa juga tidak tahu, kapan bagian dari doa, kalimat dan usaha
akan dikabulkan. Tetapi Allah SWT tidak pernah mensia-siakan doa
hamba-hambaNya.
*persiapan slide preliminary defence
Selamat melaksanakan ibadah puasa.
Allahumma innaka 'afuwwun karim, tuhibbul afwa fa'fuanna.
Rabbighfirlii waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayaani
shoghiro.
Yang mau lanjutan ceritanya bisa cek di status FB gw.