Senin, 20 Januari 2020

Welcome Indonesia

Finally, gw menyelesaikan program S3 gw tahun lalu (2019) dan pulang ke Indonesia. Seperti kebanyakan orang yang pernah ke Jepang, gw juga mengalami reverse culture shock. Yes!!! Mulai dari hal-hal detail yang tidak dideteksi oleh kebanyakan orang Indonesia gw bisa mendeteksinya. Mungkin radar dan indera gw sedikit terasah saat berada di Jepang. Sempat beberapa kali sakit termasuk anak gw juga ikutan sakit. Padahal kita pulang di musim panas yang suhunya tidak jauh beda dengan Indonesia.

Setelah pulang gw balik lagi mengajar di ITSB. Langsung di angkat jadi kaprodi yang gw sebenarnya gak terlalu paham historis selama 4 tahun ini. Banyak dinamika yang terjadi ternyata selama gw tinggal untuk kuliah. Ya wajarlah ya. Mohon doanya supaya gw bisa memberikan kontribusi yang maksimal.

Dah gitu aja demi menjaga image bahwa gw rajin nulis blog.

Yang terpenting, meskipun 15 tahun lalu banyak yang gak yakin gw bisa kuliah, bisa diterima di kampus negeri, bahkan ragu kalo gw bisa lulus. Akhirnya gw bisa lulus cumlaude hingga bisa S3.


  1. Jangan terbujuk oleh omongan orang yang hanya bisa bicara negatif melemahkan motivasi namun tidak mau berkontribusi apa-apa untuk masa depan kita. Banyak yang sering bilang jangan sekolah ayahmu gak punya, menghabiskan uang bla bla bla tapi cuma berhenti disana. Tidak ikut memikirkan masa depan kita mau jadi apa. Tinggalkan orang yang seperti itu!!!



Minggu, 02 Juni 2019

DOA Bagian 1 dst.

DOA. Episode 1.



Di sebuah desa terpencil, suatu pagi, sekitar tahun 60-an. Seorang anak perempuan sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Ini adalah pagi pertama dia ke sekolah. Rencananya, pagi ini dia akan diantarkan oleh ayahnya. Menaiki sebuah sepeda. Dia dibonceng di belakang, kakinya diikat ke depan agar tidak mengenai jari-jari roda. Dalam perjalanan menuju sekolah tersebut, terjadi sebuah percakapan antara ayah dan anak. Lebih tepatnya sebuah perjanjian antara ayah dan anak.



"kamu sekolah yang rajin ya, kalau kamu rajin, nanti ayah belikan anting merah", kata ayah dalam bahasa Madura. Anting merah adalah anting emas. Istilah yang anak perempuan ini gunakan untuk menyebut emas. Entah mengapa warna emas disebut warna merah. Kenapa tidak kuning, orange atau sekalian gold? Ini misteri yang sulit dipecahkan. Tidak ada hubungannya dengan hijau adalah biru bagi orang Madura ya. :D



Sang anak memegah teguh janji sang ayah. Namun, sang ayah tidak pernah menepati janji sang anak. Serajin apapun sang anak, janji itu tidak pernah ditepatinya. Sang ayah meninggal sebelum dia bisa menepati janjinya. Konon, sang ayah meninggal karena santet. Sakit parah tidak dapat diobati hingga mengeluarkan banyak biaya dan hutang sana-sini.



Anak perempuan ini tetap rajin ke sekolah dalam keterbatasannya. Sang ibu yang hanya menjadi petani, tidak mampu lagi mengurus urusan sekolah ketujuh anaknya. Ditambah lagi, dua adiknya masih kecil. Untuk menanggung biaya sekolah SDnya, dia pergi ke sawah sepulang sekolah. Mencari sisa-sisa biji gabah yang tercecer untuk dikumpulkan dan dijual. Uangnya digunakan untuk beli alat tulis. Jika ada buah jambu air milik tetangga yang berbuah, dia minta jambu air yang jatuh di tanah untuk dijual. Pun juga buah asam yang terjatuh. Dibersihkan kemudian dijual. Uangnya dipakai untuk membeli alat tulis. Namun, hidup tetaplah hidup, tidak berjalan dengan mulus. Anak perempuan ini menemukan buku tulis yang dibelinya terbakar. Entah oleh siapa. Jangan bilang urusan seragam, anak perempuan ini memakai baju daster bekas pemberian orang yang dia kaitkan menggunakan peniti karena kancingnya lepas untuk berangkat ke sekolah. Uang SPP dibayarkan oleh ibunya saat masa panen. Dibayarnya pakai gabah.



Setelah sekitar kelas 4, anak perempuan ini dinikahkan. Dia sebenarnya tidak tahu kalau akan dan sedang dinikahkan. Tiba-tiba, saat maghrib dan akan berangkat ke pondok untuk mengaji, dia dilarang berangkat karena sudah dinikahkan. Namun, pernikahannya kandas.



Setelah bercerai, perempuan ini kembali ke rumah orang tuanya dan banyak menghabiskan waktu di pondok dekat rumahnya. Di pondok ini dia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang kemudian menikah dengannya. Dari pernikahannya, anak perempuan ini memiliki anak laki-laki. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, anak perempuan ini tidak trauma dan putus asa dengan perjalanan hidupnya namun justru menjadikannya pecutan. Adegan janji ayah dan anak tentang anting merah ini seringkali diceritakan kepada putranya. Agar putranya tidak bermalas-malasan sekolah. Jika anak perempuan ini bisa berjuang, maka putranya juga harus berjuang sebagai rasa syukur karena setidaknya tidak perlu menghadapi keterbatasan seperti dirinya dulu.



Cerita anting merah ini jarang didengar sejak anak laki-lakinya merantau ke kota besar kedua di Indonesia. Lah gimana mau mendengar kan tidak tinggal bersama -_-. Namun, cerita tentang anting merah ini justru lebih menggema di hati putranya. Terlebih, saat dia sedang mempersiapkan slide presentasi sidang predefence doktoralnya di negara matahari terbit. Doa dan harapan anak perempuan ini mengalir kepada anak laki-lakinya. Manusia biasa tidak ada yang tahu kata-kata yang mana, kapan dan bagaimana akan tertancap pada jiwa anaknya. Semua itu diatur oleh Allah SWT yang maha membolak-balikkan hati. Manusia biasa juga tidak tahu, kapan bagian dari doa, kalimat dan usaha akan dikabulkan. Tetapi Allah SWT tidak pernah mensia-siakan doa hamba-hambaNya.



*persiapan slide preliminary defence



Selamat melaksanakan ibadah puasa.

Allahumma innaka 'afuwwun karim, tuhibbul afwa fa'fuanna.

Rabbighfirlii waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayaani shoghiro.

Yang mau lanjutan ceritanya bisa cek di status FB gw.

Senin, 18 Februari 2019

Gift Authors Conflict

Pernah membaca atau mendengar berita bombastis mahasiswa S3 menghasilkan publikasi sekian puluh selama dia studi S3nya? Aku pernah! dan langsung rasanya menjadi down. Memang kita tidak sepatutnya membandingkan kita dengan orang lain. Kita harusnya membandingkan kita saat ini dengan kita yang dahulu karena kecepatan tiap orang berbeda, jadi nikmati saja prosesnya dan sepanjang kita terus berlari dengan kecepatan kita, insyaAllah kita akan sampai pada masanya.

Berkaitan dengan jumlah publikasi tadi. Ternyata yang ditemukan tidak semuanya first author atau penulis pertama. Tidak semuanya juga ternyata jurnal tetapi ada juga yang conference series. Dan jika dilihat dari data latar pendidikan, wajar karena S2 dan S3 ditempat yang sama (bukan karena maksud iri, tetapi memberi penjelasan, karena kadang kita, bangsa Indonesia saking hausnya dengan sosok luar biasa, seringkali sedikit berlebihan kalau sudah mengapresiasi orang, atau kalau tidak, malah tidak diappresiasi sama sekali). S2 dan S3 ditempat yang sama ini memberikan manfaat lebih karena selama S3 kita sudah tahu apa yang perlu kita lakukan sehingga tinggal jalan aja. Masa-masa sulit selama S2, trial and error sudah terlewati. Memang kita tidak tahu yang sebenarnya terjadi tetapi dugaan orang termasuk saya akan seperti itu. Hahahahah.

Menjadi penulis kesekian, bukan menjadi penulis pertama atau corresponding author sebenarnya juga diharuskan memiliki kontribusi dalam tulisan tersebut. Akan tetapi, ada suatu kasus dan kebiasaan dimana, mereka yang tidak berkontribusi apa-apa karena rekan atau atasan atau gimana diberi nama dalam tulisan tersebut, diistilahkan sebagai gift author. Di Jepang, ternyata gift author ini kadang menjadi budaya. Salah satunya adalah kasus ilmuwan Jepang yang merekayasa data penelitian di banyak jurnal. Setelah dia ketahuan dia bunuh diri. Masalahnya, co-author yang dia masukkan, akhirnya ditanya-tanya. Orang yang tidak tahu apa-apa dengan hasil penelitiannya. Akibatnya dia menanggung beban juga.

Saya kurang tahu dengan budaya gift author di dunia barat atau di Indonesia karena belum baca artikel atau penelitian terkait ini. Tetapi, sebagai seorang ilmuwan, kita memang seharusnya memberikan porsi yang sesuai sebagaimana mestinya.




Selasa, 13 November 2018

Greget dengan pertanyaan seorang Doktor!


GREGET.

Saat ikut seminar kemarin, ada salah satu yang meneliti tanaman asli Papua non-wood yang bermanfaat untuk industri kertas. Saat sesi tanya jawab, ada yang bertanya mengapa harus meneliti tanaman tersebut? Kan papua kayunya masih banyak.

Sampai saat ini, entah mengapa pertanyaan tersebut masih terpikir. Karena pertanyaan tersebut disampaikan oleh orang yang bergelar doktor dan sepertinya menduduki jabatan tertentu di pemerintahan. Sayangnya, juga diamini dan didukung oleh pejabat di instansi tertentu.

Dalam pandangan pribadi, hutan dan kayu di papua memang banyak, tetapi bukan berarti hutan itu adalah hutan industri yang boleh ditebangi. Beralih ke non-wood tidak harus menunggu hutan gundul dulu baru penelitian. Saat hutan sudah gundul dan menipis, waktu penelitian dasar sudah sangat terlambat. Kebiasaan mepet dan baru bertindak saat semua sudah ada ini perlu diperbaiki. Misalkan industri 4.0.

Kemudian, jika dilihat dari konten. Undangan atau bukan undangan tidak menunjukkan kualitas dari apa yang dipresentasikan. Ada presenter undangan yang hanya menyampaikan ide tanpa ada diskusi dan hasil, akhirnya mengambang. Ada yang bukan undangan justru memberikan hasil dan kajian bagus. Lengkap dengan analisa ekonomi dan sosial.

Senin, 12 November 2018

Keringnya publikasi

Berapa banyak sih paper yang harus dipublish oleh mahasiswa S3. Jawabnya tergantung! Persyaratan tiap jurusan dan kampus berbeda-beda. Awalnya, saya menganggap akan mudah mempublikasikan hasil penelitian tetapi saat dijalani tidak juga. Saya menjadi stress dan merasa bersalah. Setelah membaca pengalaman orang lain. Saya mulai bisa membuat alasan.

Penelitian yang saya lakukan saat ini, berbeda dengan penelitian yang saya lakukan saat S1 atau S2. Kebanyakan, mereka yang memiliki banyak publikasi, penelitian mereka tidak jauh-jauh dari riset S1 sampai S3. Ada yang publikasi hasil S2nya saat S3 sehingga terhitung banyak. Sementara saya, saya benar-benar memulai dari awal. Selama kuliah S1 dan S2, saya pernah membaca sedikitpun tentang teknologi kertas. Saat S3 di laboratorium kertas dan di jurusan lingkungan, saya benar-benar tidak punya ide.

Ada beberapa laboratorium yang menuliskan nama atau mengikutsertakan nama mahasiswanya di paper yang ditulis oleh mahasiswa lain sebagai sebuah tim. Sedangkan di laboratorium saya, mahasiswa bekerja secara mandiri. Hampir semuanya memiliki tipe riset sendiri sesuai dengan keinginan mereka. Disini, pembimbing benar-benar berfungsi sebagai pembimbing. Pembimbing saya tidak menjadikan saya seperti dirinya. Banyak pembimbing yang mendidik mahasiswa bimbingannya menjadi dirinya yang baru. Pembimbing ada yang menentukan apa judul riset mahasiswa tersebut. Tetapi, pembimbing saya, menyerahkan ide tersebut kepada mahasiswanya.

Topik yang saya kerjakan agak berbeda dengan pembimbing saya dan tema inti lab. Jika pembimbing saya mempelajari dalam aplikasi A, saya mempelajari aplikasi B. Sehingga, di waktu yang seharusnya saya memiliki minimal 3 publikasi, masih berusaha untuk menganalisa banyak data.

Tetapi, semuanya memiliki kelebihan. Meskipun paper saya tidak banyak. Saya menikmati semua prosesnya. Seperti orang tua yang membesarkan anaknya dengan jerih payahnya sendiri jauh dari keluarga, saat melihat anaknya bisa berjalan. Ini memberikan kepuasan sendiri. Ini memberikan rasa syukur yang lebih. Saya tidak menjadi seperti pembimbing saya. Saya menjadi diri saya.



Minggu, 26 Agustus 2018

Perawatan Gigi


Perawatan Gigi
1. Pusat kesehatan Universitas Tsukuba.
Pada awalnya berobat disini itu gratis. Tetapi, berdasarkan pengumuman yang tertempel di mading dekat tempat pembuangan sampah besar di Ichinoya, fasilitas ini berbayar karena anggaran dari pemerintah kepada kampus tiap tahun terus menurun sehingga mereka harus berhemat. Klinik gigi di sini masih cukup sederhana kalau berdasarkan standar Jepang. Foto X-Ray masih pindah ruangan dan dilakukan secara analog menggunakan film. Ini beberapa tahun lalu, gak tahu kalau ada update. Dokternya kurang bisa berbahasa Inggris tetapi ramah banget. Harus melepas sepatu saat diperiksa, agar tetap bersih.

2. Klinik gigi Yusa di Kampung kesehatan Tsukuba (diterjemahkan). Dokter gigi berbahasa Inggris ada tiap hari kamis. Biaya pembuatan kartu cukup mahal. Kecanggihan klinik ini terasa sejak langkah pertama masuk ke klinik. Masuk klinik harus ganti alas kaki menggunakan alas kaki yang disediakan oleh klinik. Alas kaki yang disediakan oleh klinik terdapat dalam mesin yang ada di dekat rak-rak sepatu. Karena dulu belum lancar baca hiragana dan belum banyak menghafal kanji, akhirnya tidak tahu harus memencet tombol yang sebelah mana. Saat diperiksa juga harus melepas alas kaki. Foto X-Ray sudah digital yang terhubung langsung ke komputer. Dokter giginya terampil banget karena saat di pusat kesehatan universitas tsukuba, dokternya bilang perlu perawatan akar karena bakteri udah hampir sampai di dentin atau saluran akar (gak tahu mana yang benar lupa sudah lama). Tetapi dokter gigi disini bilang tidak perlu perawatan akar dan dia bisa membersihkannya. Perlu reservasi sebelum datang.

3. Klinik gigi bumi tsukuba. Klinik baru yang berada tepat di pusat kota Tsukuba. Iklan klinik ini menggema di bus C10 dan 10 pokoknya yang dari kampus universitas tsukuba. Iklan terdengar saat bus hampir sampai di terminal, biasanya saat lampu merah sudah mulai disebut. Klinik di sini ada fasilitas tempat bermain anak-anak dan kadang diberi hadiah koin untuk mendapatkan hadiah di mesin mainan. Ibrahim sempat tidak mau diajak pulang saat berada di tempat bermainnya. Biaya awal hampir mahal. Untuk pertama kali datang bisa reservasi online tetapi untuk berikutnya menggunakan telpon. Foto X-Ray sudah digital. Kalau misalkan menjalani perawatan gigi yang memerlukan bius lokal, dokter yang laki-laki lebih terampil dari dokter yang perempuan. Perawatan gigi disini dicari solusi untuk sehari-hari. Misalkan, apakah dilarang terlalu menggigit saat marah atau panik, atau ganti jenis sikat gigi atau salah dalam menggunakan sikat gigi dll.



Selamatkan Lingkungan Indonesia!


Bisakah kita makan plastik? Jawabannya bisa!

Hasil penelitian dari Universitas Hasanuddin dan Universitas California, Davis di pasar ikan Makasar menunjukkan bahwa 28% ikan mengandung plastik. Dari semua spesies yang diteliti, 55% spesies mengandung plastik. Mikroplastik adalah plastik kecil-kecil (sangat kecil) yang termakan oleh ikan, larva atau hewan laut lain. Hewan ini kemudian bisa termakan oleh manusia (terutama pecinta isi perut ikan seperti saya, fakta ini tidak terdengar menyenangkan). Ini adalah hasil penelitian 3 tahun lalu yang dilaporkan di jurnal Scientific Report.

Indonesia adalah negara dengan tingkat pencemaran plastik terbesar kedua setelah Cina. Seluruh dunia, ada sekitar 1,15-2,41 JUTA TON! sampah plastik yang masuk ke laut melalui sungai setiap tahun. Indonesia menyumbangkan 200 RIBU TON! (sekitar 14,2%) sampah plastik melalui sungai. Sama besar dengan persentase (14%) sampah yang dihasilkan oleh sampah gabungan dari benua Afrika (kenya, sudan, ethiopia, mesir dll) Amerika (kanada, brazil, meksiko dll), Eropa (inggris, jerman, prancis, italia dll).

Jadi kalau dapat plastik dari Indomaret atau Alfamaret dengan tulisan bahwa plastik ini ramah lingkungan karena dapat hancur, jangan senang dulu. Plastik tersebut hancur menjadi mikroplastik. Struktur kimianya sama tetapi ukurannya lebih kecil. Ukuran kecil ini lebih mengancam karena mudah bercampur dengan tanah dan sulit terdeteksi.

Sumber laporan bisa dibaca ditautan dibawah. Semuanya open access.

https://www.nature.com/articles/ncomms15611
https://www.nature.com/articles/srep14340